Menuju Pasar Oligopoli BBM Bersubsidi
Setelah empat tahun berupaya membuka pasar distribusi bahan bakar minyak bersubsidi, pemerintah akhirnya memilih struktur pasar oligopoli. Pilihan ini menjadi jalan tengah di antara kekhawatiran dampak liberalisasi total terhadap PT Pertamina maupun masyarakat dengan upaya memperbaiki pelayanan distribusi.
Berdasarkan Undang-Undang Migas, kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) BBM bersubsidi yang terbuka untuk semua badan usaha seharusnya mulai diberlakukan 23 November 2005, bertepatan dengan selesainya PSO PT Pertamina.
Namun, karena kondisi keuangan pemerintah dan peraturan teknis belum siap, penerapan PSO baru dimulai 1 Januari 2006. Setelah PSO dengan pola baru diterapkan, belum ada badan usaha di luar Pertamina yang siap secara infrastruktur nasional. Dengan demikian, PSO BBM tetap mengandalkan Pertamina. Ini berlanjut sampai penugasan PSO 2009.
Pertamina masih dipercaya menjadi pemain tunggal distribusi BBM bersubsidi. BUMN ini harus menyalurkan tiga jenis bahan bakar yang harganya masih dalam kontrol pemerintah, yaitu premium, solar, dan minyak tanah. Di samping keuntungan yang bisa diperoleh perseroan, pelaksana kewajiban PSO juga bertanggung jawab atas ketersediaan bahan bakar di masyarakat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro saat menyaksikan penyerahan penugasan PSO BBM ke Pertamina, Rabu (24/12), menegaskan, masa transisi harus diakhiri. Pemerintah telah memberi cukup waktu kepada Pertamina untuk menyiapkan diri agar bisa bersaing dengan badan usaha niaga BBM yang masuk, baik lokal maupun multinasional. Namun, liberalisasi pasar tidak dibiarkan terjadi, apalagi sampai muncul persaingan yang saling mematikan.
”Pemerintah tidak ingin pasar BBM bersubsidi menjadi pasar yang kompetitif. Boleh ada badan usaha lain yang menemani Pertamina, tapi Pertamina tetap jadi penentu pasar,” papar Purnomo.
Ia mengatakan, dalam struktur pasar oligopoli BBM bersubsidi, Pertamina diproyeksikan menguasai 70-80 persen. Badan usaha lain diarahkan untuk mengisi pasar yang tidak dikelola dengan baik oleh Pertamina. Pendistribusian BBM bersubsidi dengan konsep penyediaan dan pendistribusian BBM berbasis wilayah yang lebih kecil diterapkan 2010.
Apabila melihat perkembangan pelaksanaan PSO, sebenarnya sudah ada perbaikan. Setidaknya dari ketersediaan infrastruktur yang dilakukan badan usaha non-Pertamina. Contohnya, tahun 2006, tercatat hanya ada tiga badan usaha yang dinilai memiliki kemampuan infrastruktur, yaitu Shell, Petronas, dan Elnusa. Dalam proses evaluasi untuk PSO 2009, badan usaha swasta yang lolos ke seleksi akhir ada lima.
Badan usaha swasta secara selektif memilih wilayah distribusi niaga di mana mereka bisa cukup kompetitif dengan Pertamina. AKR Corporindo memilih wilayah Kalimantan sebagai target wilayah distribusi. Pertimbangannya, mereka bisa sekaligus memasok industri tambang yang ada di sana. AKR membangun terminal bongkar muat dan tangki penyimpanan BBM di Kalimantan Selatan.
Petronas Niaga Indonesia mengincar pasar Sumatera Utara. Kedekatan dengan kilang mereka di Malaysia menjadi salah satu pertimbangan.
Contoh Penerapan pasar Oligopoli
Label:
Tulisan Portofolio
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar